Kami Telah Berlaku Dosa
Senin, 18 Maret 2019
Dan. 9 : 4b – 10
Luk. 6 : 36 – 38
Nabi
Daniel dalam bacaan pertama hari ini memadahkan doa kepada Tuhan. Doa Daniel
adalah sebuah pengakuan akan keberdosaannya. ‘Kami telah berlaku dosa dan
salah; kami telah berlaku fasik dan memberontak; kami telah menyimpang dari
perintah dan peraturan-Mu’. Kesadaran akan keberdosaan ini membuat Daniel
merasa malu. Lebih dari itu, Daniel menyadari dengan sungguh, bahwa memang
seharusnya dia merasa malu. ‘Ya Tuhan, Engkaulah yang benar. Patutlah kami malu
seperti pada hari ini’. Dalam kesadaran dan rasa malu atas keberdosaannya ini,
Daniel tetap datang kepada Tuhan, karena ia mengimani dengan tulus bahwa pada
Tuhan Allah, ada belas kasih dan pengampunan. Allah bagi Daniel adalah Tuhan
yang mahakuasa dan mahadashyat, sekaligus mahapenyayang dan melimpah dalam
pengampunan.
Melalui
contoh ini, Daniel mengajak kita untuk sungguh-sungguh menyadari keberdosaan
diri kita. Kesadaran akan keberdosaan, semestinya menggerakkan kita untuk
datang kepada Allah, memohon rahmat pengampunan. Permohonan ampun ini
semestinya disertai dengan janji untuk memperbarui diri, untuk tidak jatuh
dalam kesalahan yang sama. Dalam kitab suci, seperti dalam kisah perempuan
berzinah, Yesus berpesan kepada perempuan yang ia ampuni dosanya itu,
‘Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang (Yoh. 8 : 11)’
Atau, dalam kisah penyembuhan pada hari sabat di kolam Betesda, kepada orang
yang telah disembuhkanNya itu, Yesus berpesan, ‘Jangan berbuat dosa lagi,
supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk (Yoh. 5 : 14). Itu berarti,
jawaban kita terhadap rahmat pengampunan yang kita peroleh secara cuma-cuma
dari Tuhan semestinya adalah dengan memperbaiki diri terus menerus.
Dalam
bacaan Injil, Yesus meminta kita untuk bersikap murah hati seperti yang telah
diperlihatkan Allah kepada manusia. Kemurahan hati ini tampak dalam sikap tidak
menghakimi, tidak saling menghukum, kesediaan untuk mengampuni, dan kerelaan
untuk memberi. Panggilan kita untuk menjadi murid Yesus yang militan juga
ditampakkan dalam sikap murah hati ini. Dalam kemurahan hati, kita dituntut
utnuk menanggalkan ego dan kepentingan pribadi kita, dan menempatkan
kepentingan bersama sebagai prioritas. Hidup kita sebagai orang Katolik, tidak
pernah terarah kepada kebahagiaan pribadi semata, tetapi terutama, terarah
kepada kebaikan bersama. Karena itu, mencintai dalam pengertian yang paling
pertama adalah saling berbagi kebahagiaan demi kebahagiaan bersama. Mari kita
saling berbagi kebahagiaan, saling berbagi sukacita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar