Jumat, 01 Maret 2019

Menjadi Manusia (Sabtu, 2 Maret 2019)


Menjadi Manusia
Sabtu, 2 Maret 2019


Sir. 17 : 1 – 15
Mrk. 10 : 13 – 16


Putra Sirakh dalam bacaan pertama hari ini melukiskan cara Allah menciptakan dan mengadakan manusia. Putra Sirakh menggemakan kembalil narasi Kitab Kejadian bahwa manusia adalah ciptaan yang dijadikan Allah seturut citra Allah sendiri. Manusia yang diciptakan seturut citra Allah ini dikaruniai Allah pengetahuan yang arif dan kesanggupan membedakan hal-hal yang baik dan hal-hal yang jahat. Karena itu, Allah mewajibkan manusia untuk menjauhi setiap bentuk kelaliman. Seperti dahulu, ketidaksetiaan Adam dan Hawa membuat mereka diusir dari taman Eden, setiap bentuk kelaliman senantiasa mendatangkan bencana. 

Warta Putra Sirakh ini mengajak kita untuk melihat kembali jati diri kita masing-masing. Kesadaran bahwa manusia adalah makhluk berakal budi semestinya mendorong kita untuk memanfaatkan kemampuan berpikir kita dengan baik dan bijak dalam mengambil keputusan. Selain kesanggupan berpikir sebagai makhluk yang rasional, Allah juga menganugerahkan manusia hati nurani. Hati nurani inilah yang mendorong kita untuk berusaha menjauhi yang buruk dan melakukan yang baik. Pada lapisan terdalam, jauh di dalam lubuk hati nuraninya, semua manusia senantiasa terarah pada hal-hal yang baik. Sayangnya, seringkali manusia bertindak dengan melawan nuraninya sendiri atas nama kepentingan, ambisi dan nafsu pribadi.

Dalam bacaan Injil, penginjil Markus menceritakan perjumpaan Yesus dengan anak-anak. Dua hal pokok dapat kita petik dari kisah ini. Pertama, orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus. Markus tidak menjelaskan identitas asli orang-orang ini. Identitas anonim ini memberi ruang kepada kita untuk mengidentifikasi diri kita dengan mereka. Kalau orang-orang ini membawa anak-anak mereka pada Yesus, hal yang sama semestinya juga terjadi dalam hidup kita. Sebagai orang tua, kita berkewajiban membawa anak-anak kita kepada Yesus, bukan hanya melalui nasihat-nasihat saleh, tetapi terutama melalui cara hidup kita. Anak-anak kita sekarang ini, lebih peka dan lebih terbuka pada contoh, daripada kata-kata.

Kedua, Yesus memeluk anak-anak itu dan memberkati mereka. Tindakan Yesus ini adalah tanda bahwa IA menjadikan diriNya sendiri sahabat bagi anak-anak. Saya teringat Paus Fransiskus. Ketika mengunjungi salah satu panti asuhan di Peru pada tahun 2018 lalu, usai menyemangati anak-anak penghuni panti itu; pada bagian akhir pesannya, dengan penuh haru, Paus Fransiskus memohon maaf kepada anak-anak itu dan anak-anak di seluruh dunia atas saat-saat ketika orang tua dan orang dewasa tidak peduli terhadap mereka. Kata-kata Paus Fransiskus ini dan teladan Yesus hari ini adalah sebuah ajakan bagi kita untuk memeriksa hati kita masing-masing: sudahkah kita memberikan cinta dan perhatian yang pantas kepada anak-anak kita?

Tuhan memberkati kita (p.kristo,svd)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar