Panggilan kepada Kekudusan
Senin, 11 Maret 2019
Im. 19 : 1 – 2. 11 – 18
Mat. 25 : 31 – 46
Kitab Imamat dalam bacaan
pertama hari ini berbicara tentang kaidah moral, tata aturan hidup bersama.
Allah memberitahukan kepada Musa, hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh
Bangsa Israel. Yahweh mengingatkan orang Israel agar tidak muncuri, tidak
berbohong, tidak bersaksi dusta, tidak bersumpah dusta, tidak memeras sesama,
tidak merampas, tidak mengutuki orang tuli dan menaruh batu sandungan bagi
orang buta, tidak berbuat curang tetapi harus mengadili sesama dengan kebenaran,
tidak menyebarkan fitnah, dan tidak menaruh dendam. Larangan Yahweh ini
dirangkum dalam ayat terakhir teks ini, yakni ‘kasihilah sesamamu manusia
seperti dirimu sendiri.’
Larangan-larangan ini
menegaskan secara sungguh keinginan Allah, agar orang Israel dan kita sekalian
bertingkah laku baik, agar tata cara hidup kita senantiasa mengarah kepada
kekudusan. Allah memanggil kita kepada kekudusan. Dasar dari larangan ini,
diungkapkan Allah sendiri, ‘Kuduslah kamu, sebab Aku, Tuhan Allahmu, kudus’.
Kekudusan kita tampak dalam cara hidup harian kita. Kekudusan tidak pernah
dipisahkan dari pengalaman hidup harian kita. Medan perjumpaan kita dengan
sesama, cara kita berada di tengah dunia, dan situasi dunia yang kita jalani
setiap hari adalah latar perwujudan kekudusan itu. Perjuangan menuju kekudusan
ini pertama-tama dapat kita mulai dari dalam keluarga kita masing-masing. Perlu
diingat, bahwa setiap keluarga katolik dipanggil kepada kekudusan.
Kekudusan sebagai sebuah
cara hidup ditegaskan kembali oleh Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini.
Melalui kisah pengadilan terakhir, Yesus menegaskan kepada kita bahwa kekudusan
seseorang, kelayakan seseorang menikmati kerajaan surga, ditentukan oleh
caranya mengisi hidup di dunia ini. Tiket menikmati kerajaan surga, diperoleh
melalui kesediaan dan kesungguhan memberi makan kepada orang lapar, memberi
minum kepada yang haus, memberi tumpangan kepada orang asing, memberi pakaian
kepada yang telanjang, melawat orang sakit dan mengunjungi orang-orang di dalam
penjara.
Apa yang diungkapkan Yesus
ini, sekali lagi mau mengingatkan kita pentingnya opsi keberpihakan kita kepada
orang-orang yang lemah, dan mendesaknya kesadaran untuk memanfaatkan waktu
hidup sebagai kesempatan penuh rahmat untuk berbuat bagi kepada sesama. Pada
akhirnya, waktu hidup kita, tidak ditentukan oleh berapa lama kita hidup,
tetapi ditentukan oleh cara kita mengisi waktu hidup yang terbatas ini.
Tuhan memberkati kita
(p.kristo,svd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar