Kamis, 07 Maret 2019

Puasa yang Ideal (Jumat, 8 Maret 2019)


Puasa yang Ideal
Jumat, 8 Maret 2019


Yes. 58 : 1 – 9
Mat. 9 : 14 – 15


Nabi Yesaya dalam bacaan pertama hari ini, menampilkan wejangan-wejanganYahweh tentang puasa ideal yang semestinya kita jalankan selama masa prapaskah ini. Puasa, seperti ditulis Yesaya, bukan tentang kesanggupan untuk menahan diri dari memakan makanan tertentu, atau semata-mata tentang kekhusyukan melantukan doa-doa. Puasa yang semestinya menurut Yahweh adalah tentang kesanggupan dan kesediaan untuk membagi-bagikan roti bagi orang lapar, memberi tumpangan kepada orang miskin yang tidak memiliki rumah, memberi pakaian kepada orang telanjang, dan tidak menyembunyikan diri dari sesama yang meminta pertolongan kita. Dengan menjalankan puasa model ini, Yahweh akan menyendengkan telingaNya dan menjawab setiap permintaan tolong kita.

Dengan menawarkan model puasa seperti ini, Yahweh ingin mengingatkan kita bahwa puasa pertama-tama adalah soal sikap batin dan posisi kita di hadapan sesama kita. Yesaya hari ini menulis, tidak benar dan tidak mungkin kita sedang berpuasa jika kita masih berbantah, jika kita masih suka berkelahi dan bertindak sewenang-wenang terhadap sesama. Tidak benar dan tidak mungkin kita sedang berpuasa, jika kita masih bersikap masa bodoh terhadap penderitaan sesama di sekitar kita. Puasa adalah tentang usaha terus menerus untuk membangun kepekaan, untuk membangun komitmen keberpihakkan kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan dan uluran tangan kita. Atau, dengan kata lain, puasa pertama-tama adalah momen untuk berbela rasa, berbagi kasih kepada sesama, dan mengambil bagian dalam penderitaan sesama. Dalam kerangka jenis puasa yang seperti ini, aksi nyata yang kita putuskan bersama ketika melakukan katorde, adalah salah satu cara untuk mewujudkan jenis puasa ideal ini.

Dalam bacaan Injil, kita mendengar pertanyaan murid-murid Yohanes, yang mempersoalkan murid-murid Yesus yang tidak berpuasa. Mereka merasa sudah menjadi orang benar dan saleh karena telah menjalankan puasa, dan dengan itu, mereka merasa punya alasan untuk mempersoalkan murid-murid Yesus yang mereka lihat tidak berpuasa. Jawaban Yesus, yang ditampilkan dalam bentuk perumpamaan, menyiratkan bahwa puasa pertama-tama adalah soal ketetapan hati. Karena puasa soal adalah ketetapan hati, maka setiap orang dapat menentukan dan mempraktikkan jenis puasanya sendiri, tanpa harus menggembar-gemborkannya kepada orang lain. Marilah kita menjalankan puasa kita dengan mempraktikan perilaku kasih, pertama-tama sebagai ungkapan iman kita kepada Tuhan, dan bukan supaya kita punya alasan untuk mempersoalkan orang lain yang kita duga tidak melakukan puasa. Puasa sekali lagi adalah soal ketetapan hati: antara engkau dan Tuhan.

Tuhan memberkati kita (p.kristo,svd)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar