Damai dan Pertobatan
Kamis, 28
Februari 2019
Sir. 5 : 1 – 8
Mrk. 9 : 41 – 50
Putra Sirakh dalam bacaan
pertama hari ini mengajak kita untuk senantiasa berbenah diri melalui jalan
pertobatan. Putra Sirakh menulis, ‘Jangan menunda-nunda untuk bertobat kepada
Tuhan, jangan kau tangguhkan dari hari ke hari.’ Pertobatan Kristiani selalu
melalui tiga jalan utama: menyadari dan menyesali keberdosaan, mengungkapkan
pertobatan, dan membangun komitmen. Pertobatan mengandaikan kesadaran akan
keberdosaan kita, kesadaran akan keberdosaan ini mesti diikuti dengan ungkapan
pertobatan, dan ungkapan pertobatan ini mesti diikuti dengan janji dan komitmen
untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Pertobatan, kata Putra
Sirakh, tidak pernah boleh ditunda dan tidak pernah mencari waktu yang tepat.
Setiap waktu adalah waktu yang tepat untuk bertobat. Pertobatan selalu mesti terjadi
dalam situasi ‘di sini dan kini’. Sebab, kalau kita menunggu besok untuk
bertobat, misalnya, siapa yang bisa menjamin bahwa besok kita masih ada? Atau,
kalau kita menunggu alasan yang tepat untuk bertobat, siapa yang bisa memastikan
bahwa kelak kita akan menemukan alasan yang tepat itu? Jalan menuju kepada
pertobatan hanya menuntut satu syarat, yakni kesadaran bahwa kita berdosa.
Persis, hal ini yang hilang
dari banyak manusia modern sekarang. Salah satu alasan mencolok minimnya jumlah
orang yang melakukan pengakuan dosa pribadi, misalnya pada saat menjelang natal
atau paskah, adalah karena rendahnya kesadaran akan keberdosaan. Orang tidak
menyadari dan tidak merasa bahwa dia berdosa, dan karena itu, dia tidak
membutuhkan sakramen pengakuan dosa. Hal ini salah satunya disebabkan oleh
kemajuan cara berpikir. Orang semakin menjadi rasional dan dalam arti tertentu
mudah kehilangan rasa berdosa, sebab orang dapat membuat rasionalisasi
perbuatannya, orang mudah mencari
pembenaran atas perbuatannya.
Sementara dalam bacaan
Injil hari ini, Penginjil Markus mengajak kita untuk senantiasa berusaha hidup
rukun dengan sesama. Markus menulis, ‘hendaklah kalian selalu mempunyai garam
dalam dirimu dan selalu hidup berdamai seorang dengan yang lain.’ Ajakan Yesus
untuk senantiasa hidup dalam damai adalah panggilan seumur hidup seorang Kristen.
Sebuah pepatah Latin mengatakan, ‘Opus Caritatis Pax: perdamaian adalah buah
dari cinta kasih’. Kedamaian dalam hidup bersama senantiasa mengandaikan
kesanggupan kita untuk saling mencintai. Tidak ada perdamaian tanpa cinta
kasih. Marilah kita berusaha untuk senantiasa hidup dalam damai, marilah ktia
berusaha untuk saling mengasihi.