Jumat, 08 Februari 2019

Memuji Allah Melalui Tindakan (Sabtu, 9 Februari 2019)


Memuji Allah Melalui Tindakan
Sabtu, 9 Februari 2019


Ibr. 13 : 15 – 17. 20 -21
Mrk. 6 : 30 – 34


Sebuah cerita. Suatu masa hiduplah seekor singa liar yang buas. Setiap kali bertemu makhluk hidup lain, terutama manusia, pasti ia terkam dan ia lahap hingga habis. Suatu waktu, ketika tahu bahwa orang Katolik adalah orang-orang baik, berkatalah ia kepada teman-temannya: 'Aku telah mendengar seruan di padang gurun, dan saya ingin bertobat. Saya pasti tak akan menggangu orang-orang Katolik lagi. Saya tak akan lagi menjadikan mereka santapan pemuas isi perutku.'

Setelah beberapa hari, seorang Katolik lewat. Singa liar dan buas itu langsung melahap orang itu. Seluruh bagian tubuhnya, dimakan habis tak tersisa, kecuali bibirnya. Ia lalu dicemoohi teman-temannya: 'Bukankah engkau ingin bertobat dan berjanji tak akan menjadikan orang Katolik sebagai santapanmu? Mengapa hari ini engkau sekali lagi membunuh seorang Katolik?' Singa buas itu menjawab: 'Saya memang sudah berjanji untuk tidak menerkam orang Katolik. Namun orang yang telah kumakan itu telah kucium sebelum diterkam. Ternyata sama sekali tak tercium aroma Kekatolikan, kecuali bibirnya saja. Karena itu bibirnya sajalah yang tidak kumakan.'

Penulis surat kepada orang Ibrani dalam bacaan pertama hari ini mengajak kita untuk senantiasa mempersembahkan kurban syukur kepada Tuhan. Tanda syukur kita bukan hanya lewat ucapan bibir yang tiada henti memuliakan Tuhan, tetapi terutama melalui kesetiaan untuk berbuat baik dan kerelaan untuk memberi bantuan kepada sesama yang membutuhkan. Ungkapan syukur kita sebagai orang Katolik, menurut penulis surat ini, mesti ditampakkan dalam tindakan kasih. Hal ini sejalan dengan penegasan Yesus, ‘bukan setiap orang yang menyebut Tuhan, akan masuk ke dalam kerajaan surga, tetapi terutama mereka yang setia menjalankan perintahKu.’

Dalam bacaan Injil, seperti dikisahkan penginjil Markus, Yesus mengajak para muridNya untuk menepi sejenak dan beristirahat. Namun niat untuk beristirahat sejenak ini, urung terjadi. Orang-orang banyak mendahului mereka ke tempat peristirahatan itu. Mereka masih ingin mendengarkan pengajaran Yesus dan merasakan kasihNya seperti yang telah Yesus perlihatkan dalam mukjizat-mukjizatNya. Yesus, yang hatinya selalu tergerak oleh belaskasihan itu, memilih mengabaikan keinginan pribadiNya untuk beristirahat. Ia mengabaikan keletihanNya dan mulai mengajar orang-orang itu. Rasa cinta di dalam hati Yesus mengalahkan semua keletihan di dalam diriNya. Yesus melakukan hal ini di hadapan para muridNya, dan dengan ini, ia meminta para murid dan kita sekalian untuk melakukan hal yang sama: memberi diri bagi sesama yang membutuhkan kita. 

Marilah kita sama-sama berjuang untuk menunjukkan Kekatolikan kita melalui cara hidup kita yang baik, dan bukan hanya melalui kata-kata kita yang baik. 
Tuhan memberkati kita. (p.kristo,svd)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar