Memuji
Allah Melalui Tindakan
Sabtu, 9
Februari 2019
Ibr. 13 :
15 – 17. 20 -21
Mrk. 6 :
30 – 34
Sebuah cerita. Suatu
masa hiduplah seekor singa liar yang buas.
Setiap kali bertemu makhluk hidup lain,
terutama manusia, pasti ia terkam dan
ia lahap hingga habis.
Suatu waktu, ketika tahu bahwa orang Katolik
adalah orang-orang baik, berkatalah ia kepada teman-temannya: 'Aku telah mendengar seruan di padang gurun, dan
saya ingin bertobat. Saya pasti tak akan menggangu orang-orang Katolik lagi. Saya tak akan lagi menjadikan
mereka santapan pemuas isi perutku.'
Setelah
beberapa hari, seorang Katolik lewat. Singa
liar dan buas itu langsung
melahap orang itu.
Seluruh bagian tubuhnya, dimakan habis tak
tersisa, kecuali bibirnya. Ia lalu dicemoohi teman-temannya: 'Bukankah engkau
ingin bertobat dan berjanji tak akan menjadikan orang Katolik sebagai santapanmu? Mengapa hari ini
engkau sekali lagi membunuh seorang Katolik?'
Singa buas itu menjawab: 'Saya memang sudah berjanji untuk tidak menerkam orang
Katolik. Namun orang yang telah kumakan itu
telah kucium sebelum diterkam. Ternyata sama sekali tak tercium aroma Kekatolikan, kecuali bibirnya saja. Karena itu
bibirnya sajalah yang tidak kumakan.'
Penulis surat kepada orang Ibrani dalam bacaan pertama
hari ini mengajak kita untuk senantiasa mempersembahkan kurban syukur kepada
Tuhan. Tanda syukur kita bukan hanya lewat ucapan bibir yang tiada henti
memuliakan Tuhan, tetapi terutama melalui kesetiaan untuk berbuat baik dan
kerelaan untuk memberi bantuan kepada sesama yang membutuhkan. Ungkapan syukur
kita sebagai orang Katolik, menurut penulis surat ini, mesti ditampakkan dalam
tindakan kasih. Hal ini sejalan dengan penegasan Yesus, ‘bukan setiap orang
yang menyebut Tuhan, akan masuk ke dalam kerajaan surga, tetapi terutama mereka
yang setia menjalankan perintahKu.’
Dalam bacaan Injil, seperti dikisahkan penginjil
Markus, Yesus mengajak para muridNya untuk menepi sejenak dan beristirahat.
Namun niat untuk beristirahat sejenak ini, urung terjadi. Orang-orang banyak
mendahului mereka ke tempat peristirahatan itu. Mereka masih ingin mendengarkan
pengajaran Yesus dan merasakan kasihNya seperti yang telah Yesus perlihatkan dalam
mukjizat-mukjizatNya. Yesus, yang hatinya selalu tergerak oleh belaskasihan
itu, memilih mengabaikan keinginan pribadiNya untuk beristirahat. Ia
mengabaikan keletihanNya dan mulai mengajar orang-orang itu. Rasa cinta di
dalam hati Yesus mengalahkan semua keletihan di dalam diriNya. Yesus melakukan hal
ini di hadapan para muridNya, dan dengan ini, ia meminta para murid dan kita
sekalian untuk melakukan hal yang sama: memberi diri bagi sesama yang
membutuhkan kita.
Tuhan memberkati kita. (p.kristo,svd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar