Hidup dalam Kasih
Persaudaraan
Jumat, 8 Februari 2019
Ibr. 13 : 1 – 8
Mrk. 6 : 14 – 29
Surat
kepada orang Ibrani hari ini menyajikan kepada kita beberapa nasihat pokok dalam
kehidupan kita sebagai orang Katolik. Penulis surat ini mengajak kita untuk
senantiasa hidup dalam kasih persaudaraan. Ajakan ini sejalan dengan kebiasaan
hidup dalam Gereja Perjanjian Baru yang memandang dan menyapa satu sama lain
sebagai saudara-saudari seiman di dalam Kristus. Karena telah menerima kasih
karunia Kristus, kitapun harus saling mengasihi. Kita ingat amanat Yesus kepada
para muridNya, ‘Inilah perintahku, supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku
telah mengasihi kamu.’
Kasih
persaudaraan, menurut penulis surat ini, pertama-tama mesti hidup dan bertumbuh
di dalam rumah tangga kita. Rumah tangga tanpa kasih akan berakhir karam. Kasih
mesti berjalan bersama sikap saling menghormati: menghormati martabat
perkawinan, menghormati pasangan hidup kita. Penulis surat kepada orang Ibrani
menulis, ‘Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan, dan janganlah
kamu mencemarkan tempat tidur.’ Ia mengajak kita untuk menaruh hormat pada
martabat perkawinan Katolik sebagai sakramen, dengan tiga ciri pokoknya: satu,
utuh dan tak terceraikan.
Situasi
dunia kita dewasa ini dengan aneka kemudahan yang ditawarkannya, bila tidak
direspons secara bijak, menghadirkan ancaman tersendiri terhadap keutuhan hidup
perkawinan. Kawin cerai, telah menjadi semacam budaya, yang tidak hanya kita
temukan dalam sinetron televisi atau berita-berita infotaimen, tetapi juga kita
temukan di sekitar kita. Orang begitu mudah memilih berpisah atau saling
melepaskan tanpa memikirkan dampak dari perpisahan itu. Seturut ajakan penulis
surat kepada orang Ibrani ini, marilah kita berusaha untuk menjaga keutuhan
rumah tangga kita, bukan hanya dengan mengandalkan kemampuan kita sendiri
tetapi terutama mengandalkan Tuhan.
Sementara
penginjil Markus hari ini mengisahkan kembali riwayat kematian Yohanes
Pembaptis yang bermula dari permintaan putri Herodias. Herodes yang terpukau
oleh liukan tarian anak dara itu, tak dapat menampik permintaannya untuk
memberikan kepadanya kepala Yohanes Pembaptis di atas sebuah talam. Permintaan
sang putri bermula dari hasrat ibunya, Herodias. Yohanes sebelumnya telah dipenjara
karena kritiknya pada Herodes yang telah mengambil Herodias, istri saudaranya,
menjadi istrinya. Dan Herodias, menyempurnakan kebenciannya pada Yohanes karena
mengkritik niatnya bersuamikan Herodes dengan meminta agar kepala Yohanes dipenggal. Herodes
tak dapat mengendalikan hasratnya untuk memperistri Herodias; Herodes yang sama
tak segan mengurbankan kepala Yohanes Pembaptis demi menjaga gengsinya di
hadapan para undangan. Ia terlanjur berjanji, dan ia malu untuk menjilat
kembali janjinya itu. Betapa gengsi, betapa ego untuk mempertahankan harga diri
seringkali menuntut korban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar