Jumat, 22 Februari 2019

Iman dan Perjuangan Hidup (Sabtu, 23 Februari 2019)


Iman dan Perjuangan Hidup
Sabtu, 23 Februari 2019
PW St. Polykarpus, Uskup dan Martir


Ibr. 11 : 1 – 7
Mrk. 9: 2 – 13


Surat kepada orang Ibrani dalam bacaan pertama hari ini berbicara tentang iman. Iman, seperti tertulis dalam surat ini adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Konteks pewartaan ini ditujukan kepada orang Ibrani yang mulai ragu, putus asa, dan tawar hati akibat penganiayaan yang mereka alami. Melalui surat ini, penulis ingin meneguhkan orang Ibrani bahwa iman mereka menjadi jaminan akan adanya masa depan yang lebih baik. Iman adalah dasar bagi kita untuk mempercayai realitas-realitas rohani. Iman inilah yang menuntun kita kepada kebenaran seperti pengalaman Habel, yang mendorong kita untuk senantiasa mencari dan mempercayai kebaikan Allah seperti teladan Henokh, dan mengantar kita kepada keselamatan seperti pengalaman Nuh.

Dengan mengangkat tokoh-tokoh penting dalam Perjanjian Lama, penulis surat ini ingin mengatakan bahwa beriman kepada Allah tidak serta merta menjauhkan kita dari aneka pencobaan dan tantangan hidup. Allah tidak pernah menjanjikan kita hari-hari hidup tanpa aneka soal, masa depan yang baik tanpa keringat perjuangan, ataupun tawa sukacita tanpa air mata. Allah menjanjikan kita pertolongan dan kekuatan untuk melewati setiap situasi sulit dalam hidup, seperti dialami tokoh-tokoh Kitab Suci ini. Pengalaman tokoh-tokoh Kitab Suci meyakinkan kita bahwa iman adalah dasar yang memberi kita kekuatan untuk tetap bertahan di tengah situasi sulit, dan bahwa Tuhan tidak pernah menutup mata terhadap kesulitan dan persoaan kita. Cinta Allah kepada kita adalah cinta yang menantang: ia menantang kita untuk berani berjuang, bukan berpuas diri apalagi berputus asa. Ia menantang kita untuk tidak mudah menyerah.

Penginjil Markus hari ini mengisahkan kepada kita perubahan rupa Yesus di atas sebuah gunung yang tinggi, dan disaksikan oleh ketiga muridNya: Petrus, Yakobus dan Yohanes. Ketiga murid ini menjadi saksi dari pembicaraan Yesus dengan Musa dan Elia. Pengalaman ini, rupanya sungguh membahagiakan dan membekas di hati Petrus, karena itu ia menawarkan diri untuk membangun tiga kemah, bagi Yesus, Musa dan Elia. Namun, Yesus tidak mengindahkan tawaran Petrus itu. Dengan ini, Yesus sebenarnya ingin mengingatkan para muridNya, bahwa menjadi murid bukan tentang tinggal dalam kemilau gunung Tabor itu, tetapi terutama tentang keberanian untuk turun gunung dan melihat pengalaman riil hidup harian. Sukacita dalam kebersamaan dengan Yesus mesti menjadi daya dorong untuk bergelut dengan pengalaman hidup harian, dan bukan sebaliknya, membuat orang enggan untuk berjuang. Beriman bukan tentang kesetiaan menanti mukjizat, tetapi tentang kesungguhan memperjuangkan hal-hal yang selalu kita doakan.

Tuhan memberkati kita (p.kristo,svd)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar