Iman dan Cara Hidup
Kamis, 21 Februari 2019
Kej. 9 : 1 – 13
Mrk. 8 : 27 – 33
Yahweh
mengadakan perjanjian dengan Nuh, ‘segala yang hidup takkan dilenyapkan oleh
air bah lagi, dan tidak akan ada lagi air bah untuk memusnahkan bumi.’
Perjanjian ini didahului dengan pencurahan berkat Yahweh kepada Nuh dan
anak-anaknya, ‘Beranakcucu dan bertambah banyaklah, serta penuhilah bumi.’ Berkat
Yahweh ini menghubungkan kita dengan berkat serupa ketika Yahweh menciptakan
manusia pertama, ‘Beranakcuculah dan bertambah banyaklah, penuhilah bumi.’
Dengan mengulang kembali berkat yang sama ini, Yahweh ingin memperbarui
kehidupan manusia. Manusia tidak akan lagi ditimpahkan air bah dan kutuk akibat
dosa, tetapi menjadi manusia baru yang akan menyaksikan keselamatan yang datang
dari Allah.
Kalau
kepada manusia pertama Yahweh melarang mereka memakan buah dari salah satu
pohon di taman Eden; kepada Nuh dan keturunannya, Ia melarang mereka untuk
memakan daging yang masih bernyawa. Larangan Yahweh ini dapat dibaca dalam
pemaknaan ini. Berkat Allah atas hidup manusia membutuhkan kondisi-kondisi
tertentu dari manusia sebagai syarat agar berkat itu tercurah atas seseorang.
Berkat dari Allah itu adalah sebuah rahmat sekaligus tanggung jawab. Ia rahmat
karena itu adalah tanda cinta Allah kepada manusia, yang hanya dapat diberikan
oleh Allah. Ia tanggung jawab, karena Allah menuntut manusia untuk setia pada perintahNya.
Dengan kata lain, kalau kita mau menerima berkat dari Tuhan maka kita mesti
hidup sesuai dengan tuntutan Allah.
Dalam
bacaan Injil, kita mendengar percakapan Yesus dengan murid-muridNya. Yesus
bertanya tentang identitasNya kepada para murid. Pertanyaan Yesus bermula dari identitasNya
berdasarkan kata orang-orang seperti yang didengar para murid, lalu mengerucut
tentang identitasNya berdasarkan keyakinan dan pengalaman kebersamaan para
murid denganNya. Petrus mewakili teman-temannya mengatakan ‘Engkaulah Mesias’.
Apa yang terjadi setelah jawaban ini menunjukkan dengan tegas bahwa Petrus
hanya mengetahui identitas Yesus sebagai Mesias tetapi tidak memahami dengan
baik dan benar tugas perutusan Yesus. Petrus hanya sampai pada tatatan
pengetahuan, belum sampai pada memahami dan mengerti.
Kita
semua tentu saja, sepakat dengan jawaban Petrus bahwa Yesus adalah Mesias,
Juruselamat terjanji. Keyakinan kita akan Yesus sebagai Mesias, semestinya
tidak hanya sampai pada kata-kata kita, tetapi terutama mesti ditampakkan dalam
cara hidup kita. Cara kita hidup mesti menjadi tanda dari apa yang kita
percayai. Kalau kita percaya bahwa Yesus adalah Mesias maka kita mesti
senantiasa mendekatkan diri padanya, menjalin relasi yang akrab denganNya. Semoga
kekatolikan kita tidak hanya tampak dalam kata-kata dan kartu identitas kita
tetapi terutama ditampakkan dalam cara hidup kita yang baik.
Tuhan
memberkati kita (p.kristo,svd)
Terima kasih atas siraman renungan.sangat mengguga.Tuhan memberkati .
BalasHapusTerima kasih atas siraman renungan.sangat mengguga.Tuhan memberkati .
BalasHapus