Rabu, 20 Februari 2019

Iman dan Cara Hidup (Kamis, 21 Februari 2019)


Iman dan Cara Hidup
Kamis, 21 Februari 2019


Kej. 9 : 1 – 13
Mrk. 8 : 27 – 33


Yahweh mengadakan perjanjian dengan Nuh, ‘segala yang hidup takkan dilenyapkan oleh air bah lagi, dan tidak akan ada lagi air bah untuk memusnahkan bumi.’ Perjanjian ini didahului dengan pencurahan berkat Yahweh kepada Nuh dan anak-anaknya, ‘Beranakcucu dan bertambah banyaklah, serta penuhilah bumi.’ Berkat Yahweh ini menghubungkan kita dengan berkat serupa ketika Yahweh menciptakan manusia pertama, ‘Beranakcuculah dan bertambah banyaklah, penuhilah bumi.’ Dengan mengulang kembali berkat yang sama ini, Yahweh ingin memperbarui kehidupan manusia. Manusia tidak akan lagi ditimpahkan air bah dan kutuk akibat dosa, tetapi menjadi manusia baru yang akan menyaksikan keselamatan yang datang dari Allah.

Kalau kepada manusia pertama Yahweh melarang mereka memakan buah dari salah satu pohon di taman Eden; kepada Nuh dan keturunannya, Ia melarang mereka untuk memakan daging yang masih bernyawa. Larangan Yahweh ini dapat dibaca dalam pemaknaan ini. Berkat Allah atas hidup manusia membutuhkan kondisi-kondisi tertentu dari manusia sebagai syarat agar berkat itu tercurah atas seseorang. Berkat dari Allah itu adalah sebuah rahmat sekaligus tanggung jawab. Ia rahmat karena itu adalah tanda cinta Allah kepada manusia, yang hanya dapat diberikan oleh Allah. Ia tanggung jawab, karena Allah menuntut manusia untuk setia pada perintahNya. Dengan kata lain, kalau kita mau menerima berkat dari Tuhan maka kita mesti hidup sesuai dengan tuntutan Allah.

Dalam bacaan Injil, kita mendengar percakapan Yesus dengan murid-muridNya. Yesus bertanya tentang identitasNya kepada para murid. Pertanyaan Yesus bermula dari identitasNya berdasarkan kata orang-orang seperti yang didengar para murid, lalu mengerucut tentang identitasNya berdasarkan keyakinan dan pengalaman kebersamaan para murid denganNya. Petrus mewakili teman-temannya mengatakan ‘Engkaulah Mesias’. Apa yang terjadi setelah jawaban ini menunjukkan dengan tegas bahwa Petrus hanya mengetahui identitas Yesus sebagai Mesias tetapi tidak memahami dengan baik dan benar tugas perutusan Yesus. Petrus hanya sampai pada tatatan pengetahuan, belum sampai pada memahami dan mengerti.

Kita semua tentu saja, sepakat dengan jawaban Petrus bahwa Yesus adalah Mesias, Juruselamat terjanji. Keyakinan kita akan Yesus sebagai Mesias, semestinya tidak hanya sampai pada kata-kata kita, tetapi terutama mesti ditampakkan dalam cara hidup kita. Cara kita hidup mesti menjadi tanda dari apa yang kita percayai. Kalau kita percaya bahwa Yesus adalah Mesias maka kita mesti senantiasa mendekatkan diri padanya, menjalin relasi yang akrab denganNya. Semoga kekatolikan kita tidak hanya tampak dalam kata-kata dan kartu identitas kita tetapi terutama ditampakkan dalam cara hidup kita yang baik.

Tuhan memberkati kita (p.kristo,svd)

 

2 komentar:

  1. Terima kasih atas siraman renungan.sangat mengguga.Tuhan memberkati .

    BalasHapus
  2. Terima kasih atas siraman renungan.sangat mengguga.Tuhan memberkati .

    BalasHapus