Rabu, 13 Februari 2019

Cinta dan Kesetaraan (Kamis, 14 Februari 2019)


Cinta dan Kesetaraan
Kamis, 14 Februari 2019
PW St. Sirilus dan St. Metodius

Kej. 2 : 18 – 25
Mrk. 7 : 24 – 30

Allah menciptakan Hawa sebagai penolong yang sepadan bagi Adam. ‘Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya yang sepadan dengan dia.’ Sabda Allah ini menggambarkan dengan jelas posisi laki-laki dan perempuan sebagai ciptaaan yang setara dan sederajat. Keduanya membentuk kesatuan, dan tercipta untuk saling membantu dan saling melengkapi. Ini adalah basis yang kuat untuk berbicara tentang persamaan hak perempuan dan lelaki. Sejak awal mula, Allah menginginkan agar lelaki dan perempuan itu saling membantu, saling melengkapi. Karena itu, berbagai tindakan yang merendahkan perempuan dan aneka bentuk kekerasan terhadap perempuan melanggar maklumat penciptaan Allah ini.
Dua manusia pertama ini diberi nama Adam dan Hawa. Selain merujuk pada nama diri manusia pertama yang diciptakan Allah, kata Adam sendiri sebenarnya berarti manusia. Sedangkan Hawa, berasal dari kata Hayyah, yang berarti hidup, ibu segala kehidupan. Pemilihan dua nama ini juga menggambarkan peran manusia untuk melahirkan kehidupan, meneruskan keturunan. Hal ini kemudian dipertegas dalam salah satu tujuan pokok perkawinan Katolik, yakni fungsi prokreasi – melanjutkan keturunan. Sejak awal mula Allah menggariskan sakramen perkawinan, dan sejak awal mula pula, Ia menegaskan bahwa salah satu ciri utama dalam kehidupan perkawinan adalah keseteraan. Relasi suami-istri selalu setara dan bertujuan untuk saling melengkapi dan saling membahagiakan.
Kisah penciptaan Adam dan Hawa ini adalah sebuah ajakan bagi kita untuk melihat kembali kehidupan keluarga dan rumah tangga ktia masing-masing. Sudahkan rumah tangga ktia hidup dan berjalan dalam prinsip kesetaraan ini? Sudahkah kita hidup dengan selalu mengedepankan kebaikan dan kepentingan bersama sebagai etika tertinggi? Kisah Adam dan Hawa mengingatkan kita bahwa keluarga hanya akan bertahan jika kita melihat pasangan hidup kita sebagai ia yang setara dengan kita, sebagai ia yang hadir untuk melengkapi hidup kita.
Dewasa ini, kehidupan keluarga dihadapkan pada aneka tantangan: penceraian - yang kita saksikan bukan hanya di layar televisi tetapi juga di sekitar kita-, kekerasan dalam rumah tangga, dan aneka kasus lainnya. Mari kita berjuang untuk memperkokoh fondasi kehidupan keluarga kita masing-masing, bukan hanya dengan mengandalkan kemampuan kita sendiri, tetapi teristimewa dengan mengandalkan Tuhan. Perempuan yang anaknya kerasukan roh jahat, yang ditampilkan penginjil Markus hari ini, menjadi contoh yang baik bagi kita. Ia memasrahkan kesembuhan anaknya kepada Tuhan, dan Tuhan menjawab harapan perempuan itu, anaknya disembuhkan. Mari ktia persembahkan kehidupan keluarga kita masing-masing kepada Tuhan. Karena itu, doa bersama dalam keluarga menjadi penting.
Tuhan memberkati kita. (p.kristo,svd)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar