Menjadi Sahabat
Seperjalanan
Kamis, 7 Februari 2019
Ibr. 12 : 18 – 19. 21 – 24
Mrk. 6 : 7 – 13
Ada
sebuah cerita. Dua orang sahabat berjalan bersama. Mereka berpapasan dengan
seekor beruang. Salah seorang dari mereka begitu ketakutan. Ia segera memanjat
pohon dan bersembunyi. Orang yang satunya lagi menyadari bahwa dia tidak punya
kesempatan. Ia hanya seorang diri melawan beruang tersebut. Lalu, ia
menjatuhkan diri dan pura-pura mati, karena beruang diyakini tidak akan
menyentuh mayat. Kemudian datanglah beruang itu, mendengus-dengus di telinga
dan hidungnya, tetapi orang itu menahan napas. Beruang mengira orang itu mati,
maka ia segera pergi. Ketika beruang itu sudah jauh, sahabat yang naik pohon
segera turun dan bertanya tentang apa yang diucapkan oleh beruang itu ke
telinganya. “Dia memberi tahu saya,” jawabnya “agar tidak pernah lagi melakukan
perjalanan dengan orang yang tidak berdiri di samping sahabatnya pada saat
menghadapi bahaya.”
Penginjil
Markus hari ini bercerita tentang pengutusan para murid berdua-dua untuk
memberitakan pertobatan. Penginjil selalu mengisahkan bahwa Yesus tidak pernah
mengutus para muridNya untuk pergi seorang diri; selalu berdua-dua. Murid-murid
yang diutus ini tidak membawa apa-apa. Mereka hanya memiliki sahabat seperjalanan.
Dengan tidak membawa apa-apa, Yesus sebenarnya berbicara tentang semangat
kerelaan untuk melepaskan segala sesuatu demi tugas perutusan itu. Dengan tidak
membawa apa-apa, para murid belajar untuk menggantungkan hidup mereka pada
sahabat seperjalanan mereka, dan bukan pada barang-barang atau kekayaan yang
mereka miliki. Dengan tidak membawa apa-apa, para murid belajar untuk merasa
senasib sepenanggungan dengan sahabat seperjalanannya itu.
Seperti
para murid, kita juga diutus Yesus ke tengah dunia. Seperti halnya sejak
semula, Allah menciptakan Hawa sebagai pasangan yang sepadan dengan Adam; Tuhan
juga mengutus kepada kita orang-orang yang setia berjalan bersama kita untuk
menjalankan tugas perutusan kita. Tuhan mengutus kita ke tengah keluarga kita,
Tuhan mengutus kita untuk menjadi tanda cintaNya kepada sesama. Tuhan juga
mengutus kepada kita orang-orang yang dengan cara mereka telah berusaha
membantu kita menjalankan tugas perutusan kita. Kehadiran sesama dalam hidup
adalah hadiah istimewa yang dianugerahkan Tuhan kepada kita.
Sebuah
pepatah latin berbunyi begini, ‘Alterum Alterius Auxilio est – seseorang
membutuhkan bantuan orang lain’. Tak ada seorang pun yang hidup untuk dirinya
sendiri, juga tak ada seorangpun yang bisa hidup dari dirinya sendiri. Kita
senantiasa membutuhkan sesama kita. Marilah kita berusaha untuk menjadi saudara
yang baik bagi orang-orang disekitar kita; marilah kita berusaha menjadi
sahabat seperjalanan yang baik bagi sesama kita, dan bukan seperti dalam cerita
tadi: meninggalkan orang-orang yang kita kasihi justru dalam situasi paling
sulit dalam hidup mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar