Rabu, 06 Februari 2019

Menjadi Sahabat Seperjalanan (Kamis, 7 Februari 2019)


Menjadi Sahabat Seperjalanan
Kamis, 7 Februari 2019


Ibr. 12 : 18 – 19. 21 – 24
Mrk. 6 : 7 – 13


Ada sebuah cerita. Dua orang sahabat berjalan bersama. Mereka berpapasan dengan seekor beruang. Salah seorang dari mereka begitu ketakutan. Ia segera memanjat pohon dan bersembunyi. Orang yang satunya lagi menyadari bahwa dia tidak punya kesempatan. Ia hanya seorang diri melawan beruang tersebut. Lalu, ia menjatuhkan diri dan pura-pura mati, karena beruang diyakini tidak akan menyentuh mayat. Kemudian datanglah beruang itu, mendengus-dengus di telinga dan hidungnya, tetapi orang itu menahan napas. Beruang mengira orang itu mati, maka ia segera pergi. Ketika beruang itu sudah jauh, sahabat yang naik pohon segera turun dan bertanya tentang apa yang diucapkan oleh beruang itu ke telinganya. “Dia memberi tahu saya,” jawabnya “agar tidak pernah lagi melakukan perjalanan dengan orang yang tidak berdiri di samping sahabatnya pada saat menghadapi bahaya.”

Penginjil Markus hari ini bercerita tentang pengutusan para murid berdua-dua untuk memberitakan pertobatan. Penginjil selalu mengisahkan bahwa Yesus tidak pernah mengutus para muridNya untuk pergi seorang diri; selalu berdua-dua. Murid-murid yang diutus ini tidak membawa apa-apa. Mereka hanya memiliki sahabat seperjalanan. Dengan tidak membawa apa-apa, Yesus sebenarnya berbicara tentang semangat kerelaan untuk melepaskan segala sesuatu demi tugas perutusan itu. Dengan tidak membawa apa-apa, para murid belajar untuk menggantungkan hidup mereka pada sahabat seperjalanan mereka, dan bukan pada barang-barang atau kekayaan yang mereka miliki. Dengan tidak membawa apa-apa, para murid belajar untuk merasa senasib sepenanggungan dengan sahabat seperjalanannya itu.

Seperti para murid, kita juga diutus Yesus ke tengah dunia. Seperti halnya sejak semula, Allah menciptakan Hawa sebagai pasangan yang sepadan dengan Adam; Tuhan juga mengutus kepada kita orang-orang yang setia berjalan bersama kita untuk menjalankan tugas perutusan kita. Tuhan mengutus kita ke tengah keluarga kita, Tuhan mengutus kita untuk menjadi tanda cintaNya kepada sesama. Tuhan juga mengutus kepada kita orang-orang yang dengan cara mereka telah berusaha membantu kita menjalankan tugas perutusan kita. Kehadiran sesama dalam hidup adalah hadiah istimewa yang dianugerahkan Tuhan kepada kita. 

Sebuah pepatah latin berbunyi begini, ‘Alterum Alterius Auxilio est – seseorang membutuhkan bantuan orang lain’. Tak ada seorang pun yang hidup untuk dirinya sendiri, juga tak ada seorangpun yang bisa hidup dari dirinya sendiri. Kita senantiasa membutuhkan sesama kita. Marilah kita berusaha untuk menjadi saudara yang baik bagi orang-orang disekitar kita; marilah kita berusaha menjadi sahabat seperjalanan yang baik bagi sesama kita, dan bukan seperti dalam cerita tadi: meninggalkan orang-orang yang kita kasihi justru dalam situasi paling sulit dalam hidup mereka.

Tuhan memberkati kita. (p.kristo,svd)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar