Hidup sebagai Citra Allah
Selasa, 12 Februari 2019
Kej. 1 : 20 – 2 : 4a
Mrk. 7 : 1 – 13
Sebuah
pepatah latin berbunyi begini, ‘nosce te ipsum’ (kenanilah dirimu sendiri).
Pepatah ini hendak mengungkapkan bahwa titik tolak untuk mencari kebijaksanaan
adalah pengenalan diri. Pengenalan akan diri sendiri merupakan kunci utama
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan lain yang ada dalam hidup sehari-hari.
Jadi sebelum kita bertanya, apa itu kebenaran, misalnya? Atau, sebelum kita
berusaha untuk mengenal lebih mendalam tentang orang lain, kita mesti mengenal
diri kita sendiri terlebih dahulu. Salah satu jalan untuk mencapai pengenalan
diri yang baik adalah melalui refleksi. Banyak orang yang gagal mencapai masa
depannya, banyak orang yang tidak mampu menampakkan dirinya sebagai pribadi
yang berkeutamaan, pertama-tama, karena dia tidak mengenal dirinya sendiri
dengan baik.
Penulis
kitab Kejadian dalam bacaan pertama hari ini menampilkan identitas kemanusiaan
kita yang paling utama sebagai citra Allah. Allah menciptakan manusia seturut
citraNya sendiri; Allah juga menganugerahkan manusia kemampuan akal budi.
Sebagai citra Allah, manusia dipanggil untuk menjadi rekan kerja Allah. Kalau
kita adalah citra Allah, maka kita mesti mampu menampakkan wajah Allah yang
penuh kasih itu kepada sesama. Melalui diri kita, semestinya, orang dapat
melihat wajah Allah yang penuh damai, cinta kasih, kebaikan dan
kebajikan-kebajikan hidup lainnya. Kalau selama ini, kita lebih banyak menampakkan
wajah kemanusiaan kita yang ketiadaan kasih, wajah yang kehilangan sikap
solider, wajah yang lebih banyak dipenuhi kecemburuan dan curiga, marilah kita
sama-sama berbenah diri. Marilah kita berusaha menampakkan diri kita sebagai
anak-anak Allah dengan wajah yang selalu memancarkan kasih kepada keluarga,
pasangan hidup, tetangga kita dan bahkan mungkin pada orang-orang yang membenci
kita.
Sebagai
orang-orang yang diciptakan seturut citra Allah, seperti yang diamanatkan Yesus
dalam Injil Markus hari ini, hidup kita mesti dituntun oleh perintah Allah.
Perintah Allah ini dapat kita temukan dalam Kitab Suci, yakni hidup dalam iman
akan Allah, berpegang teguh pada pengharapan akan Allah, dan merelakan diri
menjadi perpanjangan tangan kasih Allah kepada sesama. Yesus mengkritik orang
Farisi dan ahli Taurat, karena mereka mengutamakan hukum buatan manusia dan
mengabaikan perintah Allah. Oleh hukum buatan manusia ini, para ahli Taurat dan
orang-orang Farisi selau berusaha untuk mencari-cari kesalahan Yesus dan para
muridNya. Sebagai citra Alalh, marilah kita berusaha untuk hidup seturut
peintah Allah, untuk hidup di jalan-jalan Allah. Semoga oleh setiap hal baik yang
kita perlihatkan, kita dapat membawa semakin banyak orang kepada Yesus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar