BELAJAR DARI YESUS
Minggu, 13 Januari 2019
(Pesta Pembaptisan Tuhan)
Yes. 42 : 1 – 5. 9 - 11
Tit. 2 : 11 - 14
Luk. 3 : 15 – 16. 21 - 22
Pesta
pembaptisan Tuhan yang kita rayakan hari ini adalah sebuah ajakan bagi kita untuk
mengenang dan memaknai kembali pembaptisan kita masing-masing. Iman Katolik
menggariskan bahwa pembaptisan merupakan pintu masuk menuju persatuan yang utuh
dan intens dengan Allah. Oleh pembaptisan kita menjadi satu keluarga di dalam
Allah; oleh pembaptisan kita telah menjadi saudara meskipun tidak sedarah.
Hanya sayangnya, dalam hidup harian, kita belum sungguh-sungguh menampakkan
keberadaan kita sebagai satu keluarga di dalam Allah itu. Masih ada dendam dan curiga
di antara kita, masih ada prasangka dan saling tuduh di antara kita.
Kalau
kita mengenang pembaptisan kita, baiklah kita juga mengingat tanggung jawab
kita sebagai orang Katolik. Tanggung jawab paling pertama adalah hidup baik,
hidup seturut nasihat-nasihat Injil. Hidup baik itu tampak dalam keterlibatan dalam
hidup menggereja, dalam kesanggupan kita untuk menjadi saudara yang baik bagi
sesama, dalam kesungguhan kita menjalankan tugas pelayanan kita, entah sebagai
orangtua, guru, petani, pegawai maupun aneka profesi lain yang Tuhan percayakan
kepada kita. Kita menunjukkan keberadaan kita sebagai orang-orang yang telah
dibaptis dalam nama Yesus melaui cara hidup kita yang baik.
Melalui
pembaptisannya di sungai Yordan Yesus sebenarnya sedang mengajarkan kita tiga
kebajikan pokok kristiani ini. Pertama,
kerendahan hati. Perisitiwa pembaptisan di sungai Yordan adalah tanda
kerendahan hati Yesus. Ia memposisikan dirinya setara dan sederajat dengan
umat-umat sekampungnya yang memberi diri dibaptis oleh Yohanes Pembaptis. Ia
membiarkan diriNya dibaptis oleh Yohanes, meskipun kita tahu, Yohanes sendiri
mengaku dengan jujur ia tidak layak membaptis Tuhan, bahkan untuk sekadar
membuka tali kasut Yesus pun, ia merasa tidak layak. Yesus sekali lagi
menampilkan dirinya sebagai Juruselamat yang rendah hati, dan ia mengajak kita
untuk juga berperilaku rendah hati dalam hidup harian kita.
Kadang-kadang
kita begitu mudah lupa diri; kadang-kadang satu keberhasilan kecil membuat kita
begitu cepat tinggi hati; kadang-kadang kegagalan yang dialami oleh sesama
seringkali kita pandang sebagai lelucon yang kita tertawakan. Memang, selalu
sulit untuk menjadi rendah hati di tengah kecenderungan kita untuk menjadi
pusat perhatian, di tengah kecenderungan kita untuk menegaskan diri sebagai
nomor satu. Hari ini Tuhan Yesus menghentak kita: kalau Yesus yang mahakuasa
saja rela menyamakan diriNya dengan orang-orang sekampungNya, mengapa kita
masih bersikap tinggi hati, mengapa kita masih merasa punya alasan bahwa kita
lebih baik dari sesama kita?
Kedua, ketaatan. Pembaptisan
Yesus adalah tanda ketaatanNya pada Bapa. Yesus taat pada Bapa, pada segala
rencana yang telah digariskan Allah kepadaNya. Ketaatannya ini sudah tampak
sejak kelahirannya di kandang domba nan hina, dalam seluruh karyanya di bumi,
hingga berpuncak pada kematiannya yang ngeri di Golgota. Ketataan Yesus ini
mengingatkan kita bahwa di hadapan semua rencana Allah, sikap manusia yang
paling pantas adalah taat. Ketataan dan kesetiaan mengikuti perintah Tuhan
adalah jalan kepada keselamatan. Ketaatan kita berhubungan erat dengan
kesanggupan kita untuk mengendalikan diri. Kita hanya bisa taat, jika kita
mampu mengendalikan diri kita sendiri. Karena itu, mari kita berusaha
mengendalikan diri kita sendiri, mengendalikan tingkah laku dan keinginan hati
kita agar senantiasa berada di jalan Allah. Jalan Allah itu adalah jalan-jalan
kasih: kasih kepada Tuhan, kasih kepada sesama, dan kasih kepada dirimu
sendiri.
Ketiga, solidaritas. Pembaptisan
Yesus adalah tanda solidaritas Allah kepada manusia. Dengan memberikan dirinya
dibaptis, Yesus ingin masuk ke dalam kehidupan manusia dan mengambil bagian
dalam seluruh narasi kehidupan manusia. Ia ingin mengambil bagian dalam
kedukaan manusia, dalam ketakberdayaan manusia, dalam semua pengalaman
kehilangan manusia. Yesus, sekali lagi mau menampilkan dirinya sebagai
juruselamat terjanji, yang menangis bersama orang yang menangis dan bersukacita
bersama orang yang bersukacita. Yesus mau menampilkan dirinya sebagai penyelamat,
yang tidak lagi berada nun jauh di surga dan tidak dapat dipandang mata,
melainkan Juruselamat yang berada di sini, di tengah manusia dan dipandang dari
muka ke muka.
Solidaritas
Yesus ini adalah sebuah ajakan bagi kita untuk saling bersolider dan merasa
senasib-sepenanggungan dengan sesama. Kita mengungkapkan rasa cinta kita kepada
Tuhan dengan cara mencintai sesama kita; kita menunjukkan keberimanan kita
sebagai seorang Katolik, bukan hanya dalam lantun doa-doa tetapi terutama dalam
kesungguhan kita untuk mencintai sesama. Sebagai orang-orang yang telah
dibaptis, marilah kita berusaha meneladani contoh Yesus ini: untuk menjadi
pribadi yang rendah hati, taat dan rela berbagi kepada sesama. Semoga hati
Yesus hidup di dalam hati kita, semoga cara hidup Yesus menjadi cara hidup kita
juga.
Tuhan
memberkati kita. (p.kristo,svd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar