Kerendahan Hati dan Terima
Kasih
(Jumat, 11 Januari 2019)
1 Yoh. 5 : 5 – 13
Luk. 5 : 12 – 16
Penginjil Lukas hari ini
menampilkan kepada kita mukjizat penyembuhan yang dilakukan Yesus terhadap
seorang yang menderita kusta. Lukas tidak menampilkan identitas jelas si penderita
kusta ini. Identitas anonim ini memberi kita ruang untuk mengidentifikasi diri
kita masing-masing: barangkali si penderita kusta itu adalah diri kita sendiri
dengan aneka penyakit dan dosa yang melekat dalam diri kita yang harus segera
disembuhkan. Penyakit-penyakit itu barangkali berupa gosip, cepat putus asa,
tinggi hati, merasa benar sendiri, dendam dan keengganan untuk mengampuni.
Acapkali kita lebih suka tinggal dalam perasaan dendam yang tidak terselesaikan
meskipun itu membuat hidup kita tidak bahagia, daripada harus memberi maaf.
Penginjil Lukas menulis
bahwa ketika melihat Yesus, si penderita kusta itu langsung tersungkur di
hadapanNya sembari memohon penyembuhan. Ini adalah tanda kerendahan hati si
penderita: di hadapan Yesus ia menyadari keberdosaan dan ketakberdayaannya. Ini
juga adalah tanda kepasrahan: ia memasrahkan kesembuhannya pada Yesus karena ia
percaya, Yesus dapat menyembuhkannya. Iman si penderita kusta adalah ajakan
bagi kita untuk senantiasa mencari Yesus, untuk meletakkan harapan kita
padaNya, untuk tidak mudah putus asa, untuk tidak berpaling pada allah-allah
lain yang diciptakan manusia. Kadang-kadang, satu pengalaman penderitaan begitu
cepat membuat kita kehilangan harapan, hingga kehilangan pegangan di dalam
Yesus.
Iman dan kerendahan hati si
penderita kusta ini mendapatkan balasan yang setimpal dari Yesus. Ia
ditahirkan. Kepada si penderita kusta yang telah ditahirkan itu, Yesus
berpesan, “Perlihatkanlah dirimu kepada imam dan pesembahkanlah untuk
pentahiranmu persembahan yang diperintahkan musa.” Pesan Yesus ini, selain
sejalan dengan perintah Musa, sebenarnya mau mengingatkan si kusta akan
pentingnya berterima kasih kepada Tuhan. Mempersembahkan korban kepada Tuhan,
selain tanda bakti, juga merupakan ungkapan terima kasih kepada Tuhan atas
semua berkat, rahmat, dan karunia yang telah kita terima dari Tuhan. Betapa
kita, acapkali, hanya mau menerima dan selalu enggan untuk memberi; betapa
lantun doa-doa kita acapkali hanya berupa litani permohonan yang panjang dan
terkadang lupa berterima kasih atas semua doa yang telah terkabul.
Mari kita menjalani hidup
harian kita dengan penuh rasa syukur dan terima kasih. Santo Agustinus
mengingatkan kita bahwa orang Kristen adalah alleluia dari ujung kaki sampai
ujung rambut. Hidup kita terlalu berharga untuk dijalani dalam kesedihan: dari
satu kemurungan ke kemurungan yang lain. Semoga kehadiran kita di medan bakti
kita dan di manapun Tuhan mengutus kita, mampu menjadi sumber kegembiraan bagi
siapa saja yang kita jumpai. Hidup kita mesti menjadi tanda berkat dan bukan
menjadi sumber malapetaka bagi sesama karena tingkah laku dan tabiat kita yang
kurang baik.
Pesan yg sederhana: org yg rendah hati adl org yg suka mengucapkan: trima kasih eeee..
BalasHapusShalommmm