Senin, 28 Januari 2019

Menjadi Satu (HM Biasa III, Minggu, 27 Januari 2019)


Menjadi Satu
(HM Biasa III, Minggu, 27 Januari 2019)


Neh. 8 : 3 – 5a. 6 – 7. 9 – 11
1Kor. 12 : 12 – 30
Luk. 1 : 1 – 4. 14 – 21


Persatuan kita dengan Tuhan tidak dapat dipisahkan dari persatuan kita dengan sesama. Rasul Paulus dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus hari ini menekankan persatuan kita sebagai satu tubuh. Kita semua, kata Paulus, adalah satu tubuh, kepalanya adalah Yesus Kristus. Paulus menulis, ‘kamu semua adalah tubuh Kristus dan masing-masing adalah anggotanya.’ Keberadaan kita sebagai satu tubuh pertama-tama dicirikan oleh solidaritas, perasaan senasib-sepenanggungan. ‘Jika satu anggota tubuh menderita, semua anggota tubuh yang lain ikut menderita.’ Kita mungkin tidak bisa menghapus air mata tetangga kita yang berduka, tetapi setidaknya kita bisa ikut menangis bersama mereka.

Kita adalah satu tubuh dengan rupa-rupa karunia yang dilimpahkan kepada masing-masing kita. Bakat dan karunia yang kita miliki adalah jalan untuk saling melengkapi. Karena itu, seperti diungkapkan Paulus, kita tidak perlu merasa diri lebih hebat dari yang lain, dan sebaliknya, kita tidak perlu merasa rendah diri di hadapan sesama. Terimalah diri kita apa adanya dengan segala karunia yang kita miliki. Jangan menggelisahkan diri dengan pengandaian dan perbandingan-perbandingan yang seringkali membuat kita tidak percaya diri. Tuhan tidak menuntut lebih dari kita; IA hanya meminta kita mengembangkan karunia yang kita miliki, dan menjadikan karunia itu sebagai sarana pelayanan kepada sesama.

Persatuan kita sebagai satu tubuh, pertama-tama kita temukan dalam perayaan ekaristi. Roti yang dipecah-pecahkan di atas altar sebagai makanan rohani kita mengingatkan kita bahwa kita ini satu, bahwa hidup kita berasal dari satu sumber yang sama yaitu Kristus sendiri. Setiap kali kita menyambut komuni kudus, baiklah kita mengingat dengan penuh kerendahan hati bahwa kita ini setara, bahwa hidup kita sama-sama berasal dari Yesus sendiri. Kalau Yesus adalah satu-satunya kepala, maka kita tidak perlu menjadi besar kepala, maka kita tidak boleh menjadi hakim atas sesama kita. Kalau di dalam kurban ekaristi kita menjadi satu oleh makanan yang sama, setelah keluar dari gedung gereja, kita harus tetap menjadi satu. Kalau ekaristi adalah jantung hidup kita, maka tanpa pesatuan dan persaudaraan sebagai satu tubuh di dalam Yesus, kita tidak akan pernah menjadi apa-apa.

Marilah kita berjuang menjaga persatuan di antara kita. Semoga aneka kepentingan dan perbedaan pilihan, tidak membuat kita terpecah-pecah. Hanya ketika kita bersatu, kita dapat membangun tatatan hidup bersama yang lebih baik. Hanya ketika kita bersatu, kita dapat menjadi pewarta kabar baik. Hanya ketika kita bersatu, kita dapat dengan bangga mewartakan bahwa agama Katolik yang kita anut adalah agama damai, jalan menuju kebaikan bersama. Ketahuilah selalu, seperti diungkapkan Paus Fransiskus, ‘perpecahan adalah luka di dalam tubuh Kristus’ dan kita semua tentu saja, tidak menginginkan Yesus terluka untuk kedua kalinya.

Tuhan memberkati kita. (p.kristo,svd)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar