Menjadi Satu
(HM Biasa III, Minggu, 27
Januari 2019)
Neh. 8 : 3 – 5a. 6 – 7. 9 – 11
1Kor. 12 : 12 – 30
Luk. 1 : 1 – 4. 14 – 21
Persatuan kita dengan Tuhan
tidak dapat dipisahkan dari persatuan kita dengan sesama. Rasul Paulus dalam
suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus hari ini menekankan persatuan
kita sebagai satu tubuh. Kita semua, kata Paulus, adalah satu tubuh, kepalanya
adalah Yesus Kristus. Paulus menulis, ‘kamu semua adalah tubuh Kristus dan
masing-masing adalah anggotanya.’ Keberadaan kita sebagai satu tubuh
pertama-tama dicirikan oleh solidaritas, perasaan senasib-sepenanggungan. ‘Jika
satu anggota tubuh menderita, semua anggota tubuh yang lain ikut menderita.’
Kita mungkin tidak bisa menghapus air mata tetangga kita yang berduka, tetapi
setidaknya kita bisa ikut menangis bersama mereka.
Kita adalah satu tubuh
dengan rupa-rupa karunia yang dilimpahkan kepada masing-masing kita. Bakat dan
karunia yang kita miliki adalah jalan untuk saling melengkapi. Karena itu,
seperti diungkapkan Paulus, kita tidak perlu merasa diri lebih hebat dari yang
lain, dan sebaliknya, kita tidak perlu merasa rendah diri di hadapan sesama.
Terimalah diri kita apa adanya dengan segala karunia yang kita miliki. Jangan
menggelisahkan diri dengan pengandaian dan perbandingan-perbandingan yang
seringkali membuat kita tidak percaya diri. Tuhan tidak menuntut lebih dari
kita; IA hanya meminta kita mengembangkan karunia yang kita miliki, dan
menjadikan karunia itu sebagai sarana pelayanan kepada sesama.
Persatuan kita sebagai satu
tubuh, pertama-tama kita temukan dalam perayaan ekaristi. Roti yang
dipecah-pecahkan di atas altar sebagai makanan rohani kita mengingatkan kita
bahwa kita ini satu, bahwa hidup kita berasal dari satu sumber yang sama yaitu
Kristus sendiri. Setiap kali kita menyambut komuni kudus, baiklah kita
mengingat dengan penuh kerendahan hati bahwa kita ini setara, bahwa hidup kita
sama-sama berasal dari Yesus sendiri. Kalau Yesus adalah satu-satunya kepala,
maka kita tidak perlu menjadi besar kepala, maka kita tidak boleh menjadi hakim
atas sesama kita. Kalau di dalam kurban ekaristi kita menjadi satu oleh makanan
yang sama, setelah keluar dari gedung gereja, kita harus tetap menjadi
satu. Kalau ekaristi adalah jantung hidup kita, maka tanpa pesatuan dan
persaudaraan sebagai satu tubuh di dalam Yesus, kita tidak akan pernah menjadi
apa-apa.
Marilah kita berjuang
menjaga persatuan di antara kita. Semoga aneka kepentingan dan perbedaan
pilihan, tidak membuat kita terpecah-pecah. Hanya ketika kita bersatu, kita
dapat membangun tatatan hidup bersama yang lebih baik. Hanya ketika kita
bersatu, kita dapat menjadi pewarta kabar baik. Hanya ketika kita bersatu, kita
dapat dengan bangga mewartakan bahwa agama Katolik yang kita anut adalah agama
damai, jalan menuju kebaikan bersama. Ketahuilah selalu, seperti diungkapkan Paus Fransiskus, ‘perpecahan adalah
luka di dalam tubuh Kristus’ dan kita semua tentu saja, tidak menginginkan
Yesus terluka untuk kedua kalinya.
Tuhan memberkati kita.
(p.kristo,svd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar