Iman dan
Belaskasih Allah
(Kamis, 17
Januari 2019)
Ibr. 3 : 7
– 14
Mrk. 1 :
40 – 45
Penginjil Markus hari ini berkisah tentang pentahiran
seorang penderita kusta oleh Tuhan Yesus. Markus menulis bahwa penderita kusta
itu datang kepada Yesus dan memohon untuk disembuhkan. Yesus yang hatinya
selalu tergerak oleh belaskasihan kemudian mentahirkan si kusta. Ia meminta si
kusta agar tidak menceritakan kisah itu kepada siapapun, dan mengingatkan
kewajibannya agar memperlihatkan diri kepada para imam dan mempersembahkan
korban seperti yang diperintahkan Musa.
Dua hal pokok dapat kita belajar dari dua tokoh utama
dalam kisah ini. Pertama, dari si
penderita kusta kita belajar tentang kekuatan iman dan cara iman bekerja. Kata-kata
si penderita kusta, ‘Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku,’
melukiskan secara tepat kedalaman imannya. Ia meyakini dengan sungguh bahwa
Yesus mampu mentahirkan dirinya, namun di satu sisi, ia juga menyadari bahwa
semuanya bergantung pada Yesus. Si penderita kusta sadar, porsinya adalah
memohonkan kesembuhan pada Yesus, dan selebihnya bergantung pada Yesus.
Si penderita kusta ini mengajak kita untuk
sungguh-sungguh menaruh pengharapan kita pada Tuhan, dalam situasi apapun.
Porsi kita adalah meletakkan harapan kita pada Tuhan, melantunkan doa-doa tiada
jemu, dan selebihnya membiarkan Tuhan bekerja atas harapan dan doa-doa kita
itu. Kadang-kadang, kita begitu mudah jemu dalam doa; kadang-kadang kita merasa
Tuhan tidak mendengarkan doa-doa kita, kadang-kadang kita mengharapkan jawaban
yang instan dari Tuhan; doa hari ini dan besoknya dikabulkan. Doa menuntut
konstansi diri dan kesetiaan untuk terus menerus berdoa.
Santa Monika memberi kita contoh yang baik tentang
doa. Ia setia mendoakan pertobatan putranya Agustinus yang hidupnya begitu jauh
dari Allah. Doanya terkabul dan Agustinus kemudian bertobat menjadi seorang
Katolik yang saleh hingga menjadi uskup, setelah Santa Monika berdoa tiada jemu
dan tiada lelah selama 17 tahun. Tuhan menjawab doa kita, hanya waktunya
mungkin tidak secepat yang kita harapkan.
Kedua, hati Yesus yang selalu
tergerak oleh belaskasihan. Di hadapan penderitaan dan permohonan penuh iman
dari si penderita kusta itu, satu-satunya yang bisa dibuat Yesus adalah
mentahirkannya. HatiNya selalu tergerak oleh belaskasihan. Hal yang menarik
dari Yesus adalah: ia tidak hanya berhenti pada perasaan belakasihan, tetapi
mewujudkan belaskasihan itu dalam tindakanNya. Dengan ini, Yesus sebenarnya mau
mengajak kita agar di hadapan penderitaan sesama, kita tidak hanya berhenti
pada perasaan sedih atau ikut berduka, tetapi terutama berbuat sesuatu agar
dapat mengurangi penderitaan mereka. Karena semua orang bisa berbelaskasih
kepada orang yang menderita, tetapi tidak semua orang bisa mewujudkan perasaan
belaskasihnya itu dalam tindakan.
Tuhan membutuhkan tangan-tangan kita untuk menjadi
perpanjangan tangan kasihNya kepada sesama kita.
Tuhan memberkati kita.
(p.kristo,svd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar